"Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan di bumi." (QS. Al-Jatsiyah: 37)
Ruku’ adalah salah satu gerakan shalat yang harus dilakukan kaum muslimin. Posisi ruku' merupakan posisi tertunduk, di mana seseorang menundukkan separuh badannya dalam keadaan setengah berdiri. Pada saat posisi ketertundukan seperti itulah kita dianjurkan membaca: “Subahaana Rabbiyal Adhiim”, Maha Suci Allah, Yang Maha Agung. Kita ulangi bacaan itu minimal tiga kali. Dengan cara seperti itu, diharapkan tidak saja posisi fisik yang tertunduk, tapi hati mushalli (orang yang solhat) juga ikut merunduk.
Ketika shalat usai dilaksanakan, saatnya bagi kaum muslimin meminta ampunan atau maghfirah. Saat itu, bacaan yang dianjurkan adalah: Astaghfirullahal Adhiim, Aku minta ampuanan Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Lagi-lagi, kita minta Allah Yang Maha Agung, yang dengan keagungan-Nya bisa mengampuni dosa dan kesalahan kita, hamba-Nya yang hina.
Satu lagi yang telah mentradisi, setiap kali usia membaca Al-Qur’an, seorang Qaari menutup bacaannya dengan mengucapkan “Shadaqallahul-Adhiim”, yang artinya: “Maha Benar Allah, Yang Maha Agung. Al-Qur’an adalah bacaan agung, yang merupakan firman Allah Yang Maha Agung.
Kata “Adhim” pada dasarnya terambil dari kata a-dha-ma, yang berarti agung atau besar. Secara fisik, agung itu berarti besar, panjang, lebar, tinggi, sekaligus dalam. Ada yang bisa dijangkau dengan kasat mata, ada yang tidak. Gunung yang besar dan tinggi disebut agung karena kebesaran dan ketinggiannya, sekalipun masih dapat dijangkau oleh pandangan mata. Demikian juga binatang gajah disebut agung dibanding binatang lainnya karena fisiknya yang besar dan berat.
Di samping keagungan yang bersifat fisik atau materiel, ada juga keagungan yang bersifat immateriel, seperti keagungan perilaku atau akhlaq. Rasuullah saw dipuji oleh Allah karena akhlaqnya yang agung. Dia berfirman:
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlaq agung (mulia).” (Al-Qalam: 4) Semua keagungan makhluq Allah tetap terbatas, yang berarti terjangkau oleh akal. Hanya ada satu keagungan yang berada di atas semua jenis keagungan. Dialah Yang Maha Agung, Allah swt. Mata manusia tidak mampu memandang-Nya, dan akal manusia tidak dapat menjangkau hakekat wujud-Nya.
Ketika shalat usai dilaksanakan, saatnya bagi kaum muslimin meminta ampunan atau maghfirah. Saat itu, bacaan yang dianjurkan adalah: Astaghfirullahal Adhiim, Aku minta ampuanan Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Lagi-lagi, kita minta Allah Yang Maha Agung, yang dengan keagungan-Nya bisa mengampuni dosa dan kesalahan kita, hamba-Nya yang hina.
Satu lagi yang telah mentradisi, setiap kali usia membaca Al-Qur’an, seorang Qaari menutup bacaannya dengan mengucapkan “Shadaqallahul-Adhiim”, yang artinya: “Maha Benar Allah, Yang Maha Agung. Al-Qur’an adalah bacaan agung, yang merupakan firman Allah Yang Maha Agung.
Kata “Adhim” pada dasarnya terambil dari kata a-dha-ma, yang berarti agung atau besar. Secara fisik, agung itu berarti besar, panjang, lebar, tinggi, sekaligus dalam. Ada yang bisa dijangkau dengan kasat mata, ada yang tidak. Gunung yang besar dan tinggi disebut agung karena kebesaran dan ketinggiannya, sekalipun masih dapat dijangkau oleh pandangan mata. Demikian juga binatang gajah disebut agung dibanding binatang lainnya karena fisiknya yang besar dan berat.
Di samping keagungan yang bersifat fisik atau materiel, ada juga keagungan yang bersifat immateriel, seperti keagungan perilaku atau akhlaq. Rasuullah saw dipuji oleh Allah karena akhlaqnya yang agung. Dia berfirman:
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlaq agung (mulia).” (Al-Qalam: 4) Semua keagungan makhluq Allah tetap terbatas, yang berarti terjangkau oleh akal. Hanya ada satu keagungan yang berada di atas semua jenis keagungan. Dialah Yang Maha Agung, Allah swt. Mata manusia tidak mampu memandang-Nya, dan akal manusia tidak dapat menjangkau hakekat wujud-Nya.
Allah Maha Agung karena keagungannya berada di atas segala yang agung, bahkan keagungan segala yang agung di dunia itu merupakan anugerah, kasih dan sayang-Nya. Allah Maha Agung, karena keagungan-Nya tak bertepi serta tidak dapat diukur dengan apa pun.
Allah Maha Agung karena akal manusia berlutut di hadapan-Nya. Jiwa manusia gemetar dan larut dalam cinta-Nya. Di hadapan-Nya semua wujud menjadi kecil dan tak berarti apa-apa. Semua makhluq membutuhkan pertolongan-Nya. Tiada suatu apa pun yang dapat menolak ketetapan-Nya.
Terhadap hal ini, Allah menegaskan melalaui firman-Nya dalam hadits Qudsyi: “Kebesaran adalah selendag-Ku, sedang Keagungan adalah pakian-Ku. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka jahannam.” (HR. Abu Dawud).
Hadits di atas menegaskan dua hal. Pertama, kita harus senantiasa menyucikan nama-Nya dengan cara mengagungkan-Nya. Artinya, kita harus tetap meyakini bahwa tiada sedikit pun cela, kekurangan, dan sifat negatif pada Allah swt. Jika terbesit dalam hati kita keraguan tentang kesempurnaan Allah, maka kita harus segera beristighfar dan meminta ampunan-Nya.
Kedua, kebesaran dan keagungan itu hanya milik Allah. Dia-lah yang paling berhak menyandangnya. Sedangkan kita adalah makhluk-Nya yang hanya bisa menjadi agung dan mulia karena memuliakan-Nya, menjalankan syari’at-Nya, dan mengagungkan syia’ar-syi’ar-Nya. “Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. Al-hajj: 32)
0 komentar:
Post a Comment