Yang dapat Menaklukkan segala sesuatu; Yang dapat Memaksakan segala yang menjadi Kehendak-Nya Atau Yang Maha Menekan.
Menaklukan dan mengakhiri segala sesuatu.
Sifat Allah Al Qahhar diartikan sebagai Yang Maha Menundukkan. Dialah yang menundukkan siang dan malam, matahari, bulan dan bintang. Semua beredar menurut garis edarnya. Allah menundukkan manusia dan menunjukkan keesaanNya agar manusia mau berpikir.
Allah menundukkan semua makhluk termasuk manusia. Tiada yang dapat menolak rencanaNya. Dia yang menimpakan kehinaan dan Allah pula yang memberi kekuasaan kepada yang dikehendakiNya. Sungguh Allah menggenggam semua makhluk dalam kekuasaanNya.
Sebagai makhlukNya kita harus senantiasa mengambil keteladanan dari sifat Al Qahhar, dengan tidak merasa sombong karena kita hanyalah makhluk yang tiada daya.
Al-Qahhar adalah juga bermakna menjinakkan atau menundukkan. Segala makhluk-Nya dijinakkan dan ditundukkan di bawah kekuasaan-Nya. Tiada satupun makhluk yang menentang-Nya kecuali mereka akan dikalahkan dan dihinakan, sekaligus.
Dalam al-Qur’an, al-Qahhar disebut enam kali dan kesemuanya dirangkai setelah penyebutan kata al-Wahid, yang juga merupakan Asma Allah. Penyebutan nama dan sifat al-Wahid di depannya memberi arti kuat bahwa hanya Dia satu-satunya yang memiliki sifat Al-Qahhar. Orang yang mengaku dirinya Qahhar (penakluk) akan dikalahkan dan dihinakan-Nya. Fir’aun, dalam al-Qur’an dikisahkan pernah mengganggap dirinya sebagai “Qaahiruun” (penakluk) ketika dia memerintahkan untuk membunuh semua bayi lelaki.
Allah membungkam Fir’aun dan orang-orang kafir lainnya dengan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menekuk lutut para pembangkang dengan kekuasaan-Nya, menjinakkan hati para pecinta-Nya sehingga mereka bersuka cita menanti di depan pintu rahmat-Nya. Dia pula yang menundukkan panas dan dingin, mengalahkan besi dengan api, memadamkan api dengan air, menghilangkan gelap dengan terang, dan melenyapkan terang dengan kegelapan.
“Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan sinar terang kepadamu ? Maka apakah kamu tidak mendengar ? Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya ? Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?” (QS. Al-Qashash: 71 dan 72)
Sungguh, Allah telah mengalahkan semua makhluq-Nya, termasuk manusia. Dialah yang menjadikan manusia menjerit ketika lapar, menjadikannya lemah dan tak berdaya ketika kantuk dan tidur. Dia pula yang memberi manusia sesuatu yang tidak diinginkan dan menghalangi yang didambakan. Tak seorangpun yang bisa menolak ketika diberi celaka atau sakit. Sebaliknya, tak seorangpun yang bisa mendapatkan sesuatu yang dihalangi Allah.
Kepada manusia yang biasa menyombongkan ilmu dan teknologinya, Allah menantang, apakah mereka bisa menahan sebentar saja peredaran matahari? Apakah mereka juga bisa memperpanjang malam walau sedetik saja? Orang yang beriman segera akan menyadari dan berkata: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.” (QS. Az-Zukhruf: 12 dan 13)
Sekalipun Al-Qahhar merupakan nama dan sifat Allah yang tak patut seorangpun mengaku sebagai penakluk, tapi hal itu tidak menghalangi orang beriman untuk meneladaninya. Imam Al-Ghazali mempersyaratkan bagi mereka yang ingin meneladani sifat Al-Qahhar dengan terlebih dahulu menyadari bahwa tujuan penciptaannya adalah untuk menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Banyak halangan dan rintangan yang menjadi sebab tak terpenuhinya tujuan penciptaan tersebut, salah satunya adalah hawa nafsu. Untuk itu kita harus “Qaahiruun”, menjadi penakluk dan penjinak hawa nafsu kita sendiri.
Dalam hal penaklukan dan penjinakan nafsu, kita harus meneladani cara dan pendekatan Allah dalam menundukkan dan menjinakkan makhluq-Nya. Ketika Allah menaklukkan manusia, Dia tidak mencabut kebebasannya, apalagi mematikannya kecuali pada saat yang telah ditetapkan-Nya. Untuk itu, nafsu tidak boleh dimatikan. Nafsu hanya boleh diarahkan dan dikendalikan.
Islam mengakui perlunya memenuhi tuntutan nafsu selama tidak mengantarkan manusia menyimpang dari tujuan penciptaannya. Bagaimana mungkin manusia dicegah untuk memenuhi syahwat perutnya, sementara jasmani yang sehat dan kuat sangat dibutuhkan untuk memikul tugas-tugas di jalan Allah? Bagaimana mungkin nafsu seksual diharamkan, sementara anak keturunan yang shaleh sangat didambakan untuk melanjutkan generasi pengemban risalah-Nya ?
Lebih jauh, Al-Qahhar jika dibumikan menjadi bahasa kepemimpinan, maka ia berarti kemampuan untuk mengarahkan orang lain pada kebaikan. Pemimpin yang baik adalah navigator yang tahu jalan yang lurus dan jalan yang harus dihindarinya. Ia memiliki kemampuan untuk membimbing anak buahnya agar senantiasa berjalan di atas rel yang lurus, tidak zig-zag agar lebih cepat mencapai tujuan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menyatupadukan semua staf dan anggotanya menjadi satu kekuatan yang memiliki visi, misi, dan persepsi yang sama. Semoga kita bisa meneladaninya.
"Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-An’am: 18)
Dalam al-Qur’an, al-Qahhar disebut enam kali dan kesemuanya dirangkai setelah penyebutan kata al-Wahid, yang juga merupakan Asma Allah. Penyebutan nama dan sifat al-Wahid di depannya memberi arti kuat bahwa hanya Dia satu-satunya yang memiliki sifat Al-Qahhar. Orang yang mengaku dirinya Qahhar (penakluk) akan dikalahkan dan dihinakan-Nya. Fir’aun, dalam al-Qur’an dikisahkan pernah mengganggap dirinya sebagai “Qaahiruun” (penakluk) ketika dia memerintahkan untuk membunuh semua bayi lelaki.
“Fir’aun berkata: Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” (QS. Al-A’raf: 127)
Allah membungkam Fir’aun dan orang-orang kafir lainnya dengan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menekuk lutut para pembangkang dengan kekuasaan-Nya, menjinakkan hati para pecinta-Nya sehingga mereka bersuka cita menanti di depan pintu rahmat-Nya. Dia pula yang menundukkan panas dan dingin, mengalahkan besi dengan api, memadamkan api dengan air, menghilangkan gelap dengan terang, dan melenyapkan terang dengan kegelapan.
“Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan sinar terang kepadamu ? Maka apakah kamu tidak mendengar ? Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya ? Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?” (QS. Al-Qashash: 71 dan 72)
Sungguh, Allah telah mengalahkan semua makhluq-Nya, termasuk manusia. Dialah yang menjadikan manusia menjerit ketika lapar, menjadikannya lemah dan tak berdaya ketika kantuk dan tidur. Dia pula yang memberi manusia sesuatu yang tidak diinginkan dan menghalangi yang didambakan. Tak seorangpun yang bisa menolak ketika diberi celaka atau sakit. Sebaliknya, tak seorangpun yang bisa mendapatkan sesuatu yang dihalangi Allah.
Kepada manusia yang biasa menyombongkan ilmu dan teknologinya, Allah menantang, apakah mereka bisa menahan sebentar saja peredaran matahari? Apakah mereka juga bisa memperpanjang malam walau sedetik saja? Orang yang beriman segera akan menyadari dan berkata: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.” (QS. Az-Zukhruf: 12 dan 13)
Sekalipun Al-Qahhar merupakan nama dan sifat Allah yang tak patut seorangpun mengaku sebagai penakluk, tapi hal itu tidak menghalangi orang beriman untuk meneladaninya. Imam Al-Ghazali mempersyaratkan bagi mereka yang ingin meneladani sifat Al-Qahhar dengan terlebih dahulu menyadari bahwa tujuan penciptaannya adalah untuk menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Banyak halangan dan rintangan yang menjadi sebab tak terpenuhinya tujuan penciptaan tersebut, salah satunya adalah hawa nafsu. Untuk itu kita harus “Qaahiruun”, menjadi penakluk dan penjinak hawa nafsu kita sendiri.
Dalam hal penaklukan dan penjinakan nafsu, kita harus meneladani cara dan pendekatan Allah dalam menundukkan dan menjinakkan makhluq-Nya. Ketika Allah menaklukkan manusia, Dia tidak mencabut kebebasannya, apalagi mematikannya kecuali pada saat yang telah ditetapkan-Nya. Untuk itu, nafsu tidak boleh dimatikan. Nafsu hanya boleh diarahkan dan dikendalikan.
Islam mengakui perlunya memenuhi tuntutan nafsu selama tidak mengantarkan manusia menyimpang dari tujuan penciptaannya. Bagaimana mungkin manusia dicegah untuk memenuhi syahwat perutnya, sementara jasmani yang sehat dan kuat sangat dibutuhkan untuk memikul tugas-tugas di jalan Allah? Bagaimana mungkin nafsu seksual diharamkan, sementara anak keturunan yang shaleh sangat didambakan untuk melanjutkan generasi pengemban risalah-Nya ?
Lebih jauh, Al-Qahhar jika dibumikan menjadi bahasa kepemimpinan, maka ia berarti kemampuan untuk mengarahkan orang lain pada kebaikan. Pemimpin yang baik adalah navigator yang tahu jalan yang lurus dan jalan yang harus dihindarinya. Ia memiliki kemampuan untuk membimbing anak buahnya agar senantiasa berjalan di atas rel yang lurus, tidak zig-zag agar lebih cepat mencapai tujuan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menyatupadukan semua staf dan anggotanya menjadi satu kekuatan yang memiliki visi, misi, dan persepsi yang sama. Semoga kita bisa meneladaninya.
0 komentar:
Post a Comment